Senin, 14 April 2008

KOMITE KEPERAWATAN

LANGKAH-LANGKAH MEMBENTUK KOMITE KEPERAWATAN

April 9th, 2008 | by admin |

Asuhan yang berkualitas mempunyai beberapa elemen (ICN) : 1. Meningkatnya kesehatan dalam waktu sesingkat mungkin, 2. Menekankan kepada pencegahan, penemuan dini, dan treatment, 3. Diberikan pada waktu yang tidak tertunda, 4. Dengan landasan pemahaman terjadi kerjasama dan partisipasi klien dalam membuat keputusan tentang proses asuhan, 5. Berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah dan cakap dalam penggunaan teknologi dan sumber-sumber keprofesian, 6. Menunjukan kesadaran akan stres dan kecemasan klien (dan keluarga) dengan concern akan kesejahteraan klien secara menyeluruh, 7. Memanfaatkan dengan efisien teknologi yang tepat dan sumber-sumber asuhan kesehatan lain, dan 8. Secara memadai didokumentasikan untuk memungkinkan kontinuitas asuhan dan telaah sejawat.
Asuhan yang berkualitas dapat dicapai dengan adanya profesionalisme keperawatan. Pelayanan keperawatan profesional di RS diberikan oleh kelompok keperawatan. Kelompok keperawatan yang bertanggung jawab untuk terlaksananya peran dan kegiatan perawat di RS dapat berupa komite yang berada dalam struktur tetapi menjalankan peran fungsional. Komite Keperawatan di RS merupakan media utama untuk mengakomodasi dan memfasilitasi tumbuhnya komunitas profesi keperawatan melalui sistem pengampu keilmuan yang dapat mempertahankan profesionalisme pelayanan keperawatan yang diberikan.

A. Pengertian
Komite Keperawatan merupakan wadah non struktural yang berkembang dari struktur organisasi formal rumah sakit bertujuan untuk menghimpun, merumuskan dan mengkomunikasikan pendapat dan ide-ide perawat/bidan sehingga memungkinkan penggunaan gabungan pengetahuan, keterampilan, dan ide dari staf profesional keperawatan.
Komite Keperawatan merupakan oganisasi yang berfungsi sebagai wahana bagi tenaga keperawatan untuk berpartisipasi dalam memberikan masukan tentang hal-hal yang terkait masalah profesi dan teknis keperawatan.

B. Prinsip kegiatan Komite Keperawatan
Prinsip sinergisme yang memberlihatkan thinking power kelompok terpilih untuk bersama-sama berupaya memperoleh keluaran yang lebih efektif.
Tenaga keperawatan profesional diberdayakan untuk berkontribusi secara kolektif terhadap proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan.

C. Tujuan pembentukan Komite Keperawatan
Mewujudkan profesionalisme dalam pelayanan keperawatan :
1. Mengorganisasi kegiatan pelayanan keperawatan melalui penggabungan pengetahuan, keterampilan dan ide-ide.
2. Menggabungkan sekelompok orang yang menyadari pentingnya sinergi dan kekuatan berpikir agar dapat memperoleh output yang paling efektif.
3. Meningkatkan otonomi tenaga keperawatan dalam pengelolaan pelayanan keperawatan di RS.

D. Peran Komite Keperawatan
1. Fasilitator pertumbuhan dan perkembangan profesi melalui kegiatan yang terkoordinasi.
2. Tim kendali mutu untuk mempertahankan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan aman.
3. Problem solver dalam mengatasi masalah keperawatan yang terkait dengan etik dan sikap moral perawat.
4. Investigator, kelompok peneliti yang mengkaji berbagai aspek keperawatan untuk meningkatkan pelayanan.
5. Implementator,vmenjamin diterapkannya standar praktek, asuhan, dan prosedur.
6. Human relation team, menjamin hubungan kerja dengan staff
7. Designer/implementator/pemantau dan evaluator ide baru.
8. Komunikator, edukator, negosiator, dan pemberi rekomendasi terhadap hasil kerja staff.

E. Fungsi Komite Keperawatan
Dalam kaitan dengan pelayanan keperawatan di rumah sakit
1. Menjamin tersedianya norma-norma : standar praktek/asuhan/prosedur keperawatan sesuai lingkup asuhan dan pelayanan serta aspek penting asuhan di seluruh area keperawan
2. Menjaga kualitas asuhan melalui perumusan rencana peningkatan mutu keperawatan tingkat rumah sakit: menetapkan alat-alat pemantauan, besar sampel, nilai batas, metodologi pengumpulan data, tabulasi, serta analisis data.
3. Mengkoordinasi semua kegiatan pemantauan mutu dan evaluasi keperawatan : jenis kegiatan, jadwal pemantauan dan evaluasi, penanggung-jawab pelaksana.
4. Mengintegrasikan proses peningkatan mutu keperawatan dengan rencana rumah sakit untuk menemukan kecenderungan dan pola kinerja yang berdampak pada lebih dari satu departemen atau pelayanan.
5. Mengkomunikasikan informasi hasil telaah mutu keperawatan kepada semua yang terkait, misalnya komite mutu rumah sakit.
6. Mengusulkan solusi kepada manajemen atas masalah yang terkait dengan keprofesionalan tenaga dan asuhan dalam sistem pemberian asuhan, misalnya sistem pelaporan pasien, penugasan staf.
7. Memprakarsai perubahan dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
8. Berpartisipasi dalam komite mutu tingkat rumah sakit.
9. Mempertahankan keterkaitan antara teori, riset dan praktek.

Dalam kaitan dengan anggota
1. Menetapkan lingkup praktek, kompetensi dan kewenangan fungsional tenaga keperawatan.
2. Merumuskan norma-norma: harapan dan pedoman perilaku.
3. Menyediakan alat ukur pantau kinerja tenaga keperawatan.
4. memelihara dan meningkatkan kompetensi untuk meningkatkan kinerja anggota.
5. Membina dan menangani hal-hal yang berkaitan dengan etika profesi keperawatan.
6. Mewujudkan komunitas profesi keperawatan.
7. Merumuskan sistem rekruitmen dan retensi staff.

F. Garis besar tugas Komite Keperawatan
1. Menyusun dan menetapkan Standar Asuhan Keperawatan di RS
2. Memantau pelaksanaan asuhan keperawatan
3. Menyusun model Praktek Keperawatan Profesional
4. Memantau dan membina perilaku etik dan profesional tenaga keperawatan
5. Meningkatkan profesionalisme keperawatan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan seiring kemajuan IPTEK yang terintegrasi dengan perilaku yang baik.
6. Bekerja-sama dengan Direktur/bidang keperawatan dalam merencanakan program untuk mengatur kewenangan profesi tenaga keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan sejalan dengan rencana strategi RS.
7. Memberi rekomendasi dalam rangka pemberian kewenangan profesi bagi tenaga keperawatan yang akan melakukan tindakan asuhan keperawatan.
8. Mengkoordinir kegiatan-kegiatan tenaga keperawatan, menyampaikan laporan kegiatan Komite Keperawatan secara berkala (setahun sekali) kepada seluruh tenaga keperawatan RS.

G. Struktur organisasi Komite Keperawatan
1. Ketua Komite
Tujuan : Memberi kepemimpinan dan arah kepada sub komite
Lingkup tugas :
a. Mereview berbagai isu yang disajikan dan merujuk ke sub komite yang sesuai.
b. Menjaga dan merekomendasi perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
c. Memberi bimbingan dan dukungan kepada sub komite.
d. Memfasilitasi proses penetapan tujuan tahunan sub komite
e. Mereview jadwal operasional tahunan

2. Sub Komite Praktek Keperawatan
Tujuan : Menetapkan, mengimplementasikan dan menjaga standar praktek klinik keperawatan tertinggi, konsisten dengan standar profesional yang ditetapkan dan atau yang berkembang dan yang dipersaratkan lembaga pengatur.
Lingkup tugas :
a. Menetapkan lingkup praktek dari perawat profesional dan vokasional : peran dan tanggung jawab staf penunjang asuhan, dan kompetensi umum dan khusus.
b. Menyusun dan memperbaiki uraian tugas dari staf klinik.
c. Berpartisipasi dalam tim kredensial dari para pelaksana praktek yang ditetapkan.
d. Mereview, menyetujui, dan memperbaiki standar asuhan klinik dibidang dimana asuhan keperawatan diberikan.
e. Menyusun format evaluasi dan review sejawat untuk semua perawat klinik.
f. Menggunakan temuan-temuan riset keperawatan kedalam praktek klinik bila cocok.
g. Menyusun dan merevisi sistem dokumentasi keperawatan

3. Sub Komite Pengembangan Profesi
Tujuan : Menetapkan, mengimplementasikan, dan menjaga standar kependidikan yang meningkatkan pertumbuhan keprofesian dan kompetensi klinik tanpa henti.
Lingkup tugas :
b. Menetapkan dan mengevaluasi kebutuhan pendidikan keperawatan dan menetapkan proses-proses untuk memenuhi kebutuhan kependidikan staf bersamaan dengan pengembangan staf.
c. Meningkatkan akontabilitas individual para perawat untuk pendidikanyang diwajibkan dan memfasilitasi proses kredensial/sertifikasi ulang.
d. Menetapkan peran dan tanggung jawab preseptor.
e. Memelihara lingkungan yang kondusif untuk peningkatan dan pemanfaatan riset keperawatan.
f. Berpartisipasi dalam program rekruitmen, pengakuan, dan retensi melalui kolaborasi dengan bagian SDM/HRD.

4. Sub Komite Mutu Keperawatan
Tujuan : Memantau ketepatan dan efektifitas asuhan yang diberikan oleh staf keperawatan sekaligus mengkaji dan memastikan kepatuhan dengan standar dan praktek yang ditetapkan.
Lingkup tugas :
a. Menyusun, merevisi dan menyetujui rencana peningkatan mutu keperawatan.
b. Mengintegrasikan peningkatan mutu keperawatan dengan rencana RS.
c. Memantau dan memastikan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
d. Memastikan kepatuhan terhadap jadwal pelaporan untuk perbaikan kinerja komite.
e. Mensahkan dan memantau rencana peningkatan mutu unit.

H. Susunan organisasi
1. Komite Keperawatan:
a. Terdiri dari ketua, wakil dan sekretaris dan anggota.
b. Ketua dipilih anggota dari 3 (tiga) calon ketua.
c. Dipilih setiap 3 tahun dan ditetapkan dengan SK direksi.
d. Anggota dipilih dari perwakilan bidang keahlian dan kelompok tenaga keperawatan, misalnya medikal bedah, anak, kritikal dan kelompok Perawat Klinik, peer manager dll.
e. Komite Keperawatan mempunyai sub komite.

I. Hubungan Komite dengan Direktur/Bidang Keperawatan
Komite mempunyai peran yang sanat besar dalam membantu direksi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Hubungan Komite dengan Direktur/Bidang keperawatan bukan hubungan atasan-bawahan, melainkan hubungan kerjasama, koordinasi, kemitraan, dan saling menguatkan.

Komite Keperawatan dapat menjadi :
1. Media utama untuk mengakomodasi dan memfasilitasi berkembangnya profesional keperawatan yang dapat mempertahankan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan.
2. Menjadi mitra direktur/bidang keperawatan dalam mencapai visi dan misi serta tujuan bidang keperawatan.
3. Membantu fungsi-fungsi manajemen dan menyelesaikan persoalan operasional.
4. Memberi penasehatan terkait aspek profesi keperawatan.

J. Persiapan pembentukan Komite Keperawatan

1. Membentuk panitia persiapan
2. Pengarahan bagi panitia persiapan
3. Bedah buku, belajar dari komite RS lain.
4. Menyusun program kerja : tujuan, sasaran, susunan organisasi, tata kerja, jadwal pertemuan, mekanisme laporan, masa kerja komite.
5. Presentasi pada pimpinan daerah/dewan pendiri dan direksi RS.
6. Sosialisasi.
7. Pembentukan dan pengesahan komite.
8. Implementasi kerja komite.
9. Evaluasi.

Rabu, 09 April 2008

"Intravenous Therapy"

"Intravenous Therapy"



Intravenous therapy or IV therapy is the administration of liquid substances directly into a vein. It can be intermittent or continuous; continuous administration is called an intravenous drip. The word intravenous simply means "within a vein", but is most commonly used to refer to IV therapy.

A. Indications :
1. Establish or maintain a fluid or electrolyte balance
2. Administer continuous or intermittent medication
3. Administer bolus medication
4. Administer fluid to keep vein open (KVO)
5. Administer blood or blood components
6. Administer intravenous anesthetics
7. Maintain or correct a patient's nutritional state
8. Administer diagnostic reagents
9. Monitor hemodynamic functions

B. IV Devices :
a. Steel Needles :
Example: Butterfly catheter. They are named after the wing-like plastic tabs at the base of the needle. They are used to deliver small quantities of medicines, to deliver fluids via the scalp veins in infants, and sometimes to draw blood samples (although not routinely, since the small diameter may damage blood cells). These are small gauge needles

b. Over the Needle Catheters
Example: peripheral IV catheter. This is the kind of catheter you will primarily be using. Also see the close up view of the catheter/needle tip in the next section ("inside the needle catheters").

Catheters (and needles) are sized by their diameter, which is called the gauge. The smaller the diameter, the larger the gauge. Therefore, a 22-gauge catheter is smaller than a 14-gauge catheter. Obviously, the greater the diameter, the more fluid can be delivered. To deliver large amounts of fluid, you should select a large vein and use a 14 or 16-gauge catheter. To administer medications, an 18 or 20-gauge catheter in a smaller vein will do.

C. IV Fluids :
Intravenous fluids are usually provided to:
- Provide volume replacement
- Administer medications, including electrolytes
- Monitor cardiac functions

For example, a patient comes into the ED with gastroenteritis and is dehydrated from vomiting and diarrhea. Acutely, she receives a fluid bolus to expand her intravascular volume. Her blood chemistry shows that her electrolytes are a bit off, so the IV fluid is adjusted to bring them within normal parameters. She is also given medication for nausea via her IV. She will remain on maintenance IV fluids until she is able to drink adequate amounts of fluids.

There are three main types of fluids:
- Isotonic fluids:
Can be helpful in hypotensive or hypovolemic patients.
Can be harmful. There is a risk of fluid overloading, especially in patients with CHF and hypertension.
Examples: Lactated Ringer's (LR), NS (normal saline, or 0.9% saline in water

- Hypotonic fluids:
Can be helpful when cells are dehydrated such as a dialysis patient on diuretic therapy. May also be used for hyperglycemic conditions like diabetic ketoacidosis, in which high serum glucose levels draw fluid out of the cells and into the vascular and interstitial compartments.
Can be dangerous to use because of the sudden fluid shift from the intravascular space to the cells. This can cause cardiovascular collapse and increased intracranial pressure (ICP) in some patients.
Example: .45% NaCl, 2.5% dextrose

- Hypertonic fluids :
Can help stabilize blood pressure, increase urine output, and reduce edema.
Rarely used in the prehospital setting. Care must be taken with their use. Dangerous in the setting of cell dehydration.
Examples: D5% .45% NaCl, D5% LR, D5% NS, blood products, and albumin.

Flow Rates :
You will often need to calculate IV flow rates. The administration sets come in two basic sizes:
1.Microdrip sets, Allow 60 drops (gtts) / mL through a small needle into the drip
chamber (Good for medication administration or pediatric fluid delivery).
2.Macrodrip sets, Allow 10 to 15 drops / mL into the drip chamber (Great for rapid
fluid delivery. Also used for routine fluid delivery).
3.Fluid may be ordered at a KVO rate. This means to Keep the Vein Open, or run in
fluids very slowly, enough to keep the vein open, but not really deliver much
volume.At times, you may desire a faster flow rate. This is usually expressed in
mLs / hour. In other words, how much fluid do you want your patient to receive
each hour? A common "maintenance" amount, for instance, would be "run it in at 125
an hour". Your patient would receive 125 mL of fluid every hour.

This is usually done by counting the number of drops that fall into the clear drip chamber on the IV administration set in one minute. To do this, you must know what size administration set you are using (micro or macrodrip). Plug the numbers into the following formula and you've got it!
(volume in mL) x (drip set) gtts
------------------------------------ = ------
(time in minutes) min

D. Vein Selection:
Veins of the Hand
1. Digital Dorsal veins
2. Dorsal Metacarpal veins
3. Dorsal venous network
4. Cephalic vein
5. Basilic vein


Veins of the Forearm
1. Cephalic vein
2. Median Cubital vein
3. Accessory Cephalic vein
4. Basilic vein
5. Cephalic vein
6. Median antebrachial vein

E. Technique:
Remember the four rights:Do I have the right patient?Do I have the right solution?Do I have the right drug?Do I have the right route?.
Preparation

It is important to gather all the necessary supplies before you begin. You will need: Absorbent disposable sheet, 1 alcohol prep pad, 1 betadine swab, Tourniquet, IV catheter, IV tubing, Bag of IV fluid. 4 pieces of tape (preferably paper tape or easy to remove tape which has been precut to approximately 4 inches (10cm) in length and taped conveniently to the table or stretcher. Disposable gloves, Gauze (several pieces of 4x4 or 2x2)

Prepare the IV fluid administration set.Inspect the fluid bag to be certain it contains the desired fluid, the fluid is clear, the bag is not leaking, and the bag is not expired.
Select either a mini or macro drip administration set and uncoil the tubing. Do not let the ends of the tubing become contaminated.Close the flow regulator (roll the wheel away from the end you will attach to the fluid bag).Remove the protective covering from the port of the fluid bag and the protective covering from the spike of the administration set.Insert the spike of the administration set into the port of the fluid bag with a quick twist. Do this carefully. Be especially careful to not puncture yourself!

Hold the fluid bag higher than the drip chamber of the administration set. Squeeze the drip chamber once or twice to start the flow. Fill the drip chamber to the marker line (approximately one-third full). If you overfill the chamber, lower the bag below the level of the drip chamber and squeeze some fluid back into the fluid bag. Open the flow regulator and allow the fluid to flush all the air from the tubing. Let it run into a trash can or even the (now empty) wrapper the fluid bag came in. You may need to loosen or remove the cap at the end of the tubing to get the fluid to flow although most sets now allow flow without removal. Take care not to let the tip of the administration set become contaminated.

Turn off the flow and place the sterile cap back on the end of the administration set (if you've had to remove it). Place this end nearby so you can reach it when you are ready to connect it to the IV catheter in the patient's vein.
Perform the venipuncture
Be sure you have introduced yourself to your patient and explained the procedure. Apply a tourniquet high on the upper arm. It should be tight enough to visibly indent the skin, but not cause the patient discomfort. Have the patient make a fist several times in order to maximize venous engorgement. Lower the arm to increase vein engorgement.
Select the appropriate vein. If you cannot easily see a suitable vein, you can sometimes feel them by palpating the arm using your fingers (not your thumb) The vein will feel like an elastic tube that "gives" under pressure. Tapping on the veins, by gently "slapping" them with the pads of two or three fingers may help dilate them. If you still cannot find any veins, then it might be helpful to cover the arm in a warm, moist compress to help with peripheral vasodilatation. If after a meticulous search no veins are found, then release the tourniquet from above the elbow and place it around the forearm and search in the distal forearm, wrist and hand. If still no suitable veins are found, then you will have to move to the other arm. Be careful to stay away from arteries, which are pulsatile.


Don disposable gloves. Clean the entry site carefully with the alcohol prep pad. Allow it to dry. Then use a betadine swab. Allow it to dry. Use both in a circular motion starting with the entry site and extending outward about 2 inches. (Using alcohol after betadine will negate the effect of the betadine) Note that some facilities may require an alcohol prep without betadine or sometimes alcohol after betadine. Go with the rules for your facility.

To puncture the vein, hold the catheter in your dominant hand. With the bevel up, enter the skin at about a 30 degree angle and in the direction of the vein. Use a quick, short, jabbing motion. After entering the skin, reduce the angle of the catheter until it is nearly parallel to the skin. If the vein appears to "roll" (move around freely under the skin), begin your venipuncture by apply counter tension against the skin just below the entry site using your nondominant hand. Many people use their thumb for this. Pull the skin distally toward the wrist in the opposite direction the needle will be advancing. Be carefully not to press too hard which will compress blood flow in the vein and cause the vein to collapse. Then pierce the skin and enter the vein as above.
Advance the catheter to enter the vein until blood is seen in the "flash chamber" of the catheter.

If not successful
If you are unsuccessful in entering the vein and there is no flashback, then slowly withdraw the catheter, without pulling all the way out, and carefully watch for the flashback to occur. If you are still not within the vein, then advance it again in a 2nd attempt to enter the vein. While withdrawing always stop before pulling all the way out to avoid repeating the painful initial skin puncture. If after several manipulations the vein is not entered, then release the tourniquet, place a gauze over the skin puncture site, withdraw the catheter and tape down the gauze. Try again in the other arm.
Otherwise,After entering the vein, advance the plastic catheter (which is over the needle) on into the vein while leaving the needle stationary. The hub of the catheter should be all the way to the skin puncture site. The plastic catheter should slide forward easily. Do not force it!!

(release the tourniquet)
Apply gentle pressure over the vein just proximal to the entry site to prevent blood flow. Remove the needle from within the plastic catheter. Dispose of the needle in an appropriate sharps container. NEVER reinsert the needle into the plastic catheter while it is in the patient's arm! Reinserting the needle can shear off the tip of the plastic catheter causing an embolus. Remove the protective cap from the end of the administration set and connect it to the plastic catheter. Adjust the flow rate as desired.

Tape the catheter in place using the strips of tape and a sterile 2X2 or a clear dressing. It is advisable not to use the "chevron" taping technique.
Label the IV site with the date, time, and your initials.Monitor the infusion for proper flow into the vein (in other words, watch for infiltration).

Occasionally, you may inadvertently enter an artery. You'll recognize this because bright red blood is quickly seen in the IV tubing and the IV bag because of the high pressure that exists. If this occurs, stop the fluid flow, remove the catheter, and put pressure on the site for at least 5 minutes.

To discontinue an IV
Remember to observe universal precautions. Start by clamping off the flow of fluids. Then gently peel the tape back toward the IV site. As you get closer to the site and the catheter, stabilize the catheter and remove the rest of the tape from the patient's skin. Then place a 4 x 4 gauze over the site and gently slide the plastic catheter out of the patient's arm. Use direct pressure for a few minutes to control any bleeding. Finally, place a band aide over the site.

Complications: Bruising, Cellulitis, Infiltrate, Extravasation, Phlebitis, Systemic Complications.


# Refences :
Steve Martin, PhD(c), PA-C
Nova Southeastern University PA Program

How to have a good stay in the hospital, or:

How to have a good stay in the hospital, or:

gunawan

Driving your nurse crazy, in three hundred eighty four thousand, six hundred forty-two easy steps.*

Adopt a lofty tone. Nobody here will remember how important you are. Therefore, it's crucial that you remind them at every possible opportunity. Condescend as often as possible. Refer to your nurse as "The Girl". Refer to every female doctor as "Nurse"--they love that. If you can, work in a shadow of doubt about your nurse's or doctor's competence. Ask repeatedly if they've "ever done this before."

Don't forget to bring your four-page, single-spaced list of demands. Make certain that you've listed all of your drug allergies, even if they're not actually allergies, on the first page in bold type. List all of your previous surgeries on the second page, with editorial comments such as "spent six weeks in hospital--doctor's fault". On the third page, specify that you be transferred to the "VIP floor" only. The fourth page will have plenty of room for you to note your food preferences, the fact that you don't want to be served on plasticware, and that, regardless of your latest test results, you refuse to be put in isolation.

Refuse to have an IV placed in a spot where it is least painful and most convenient for all involved. If necessary, lie about previous surgeries to that extremity in order to manage this. Nobody reads your history, right?

Be noncompliant with treatments. If you can't turn off or change the settings on the IV pump because it's locked, the next best thing is to unplug it and leave it unplugged until the battery runs down. If you've been ordered to remain on flat bedrest because of a cerebrospinal fluid leak, by all means sit up as often as possible. Conversely, if you've been ordered to walk at least three times a day, make as dramatic a production as you can of getting out of bed. Moaning and groaning is required; sagging to the floor whimpering is optional but effective, especially when done in front of your family.

One very important note about treatment noncompliance: If you are diabetic, ensure that your family brings you huge amounts of sugary food. Hide it in your room. Hide it in your bed. Hide it on your person. The Girl needs exercise, which she will certainly get when your blood sugar comes back at 1300 mg/dl.

Work the occasional old-fashioned derogatory term for racial minorities into your conversation. Those People have to be reminded where they stand, after all. The Girl and the other nurses will be glad you're reinforcing the social order, even if they don't act like they are.

Invite all your friends, fellow gang members, remote family connections, and strangers on the street to come visit at all hours. Instruct them to talk loudly on cell phones in the hallways. Send whatever small children they bring into other patients' rooms. The pre-teens should be told to ask for ice cream and sodas, repeatedly, at the nurses' station.

If you can't get what you want, call your doctor at home. This is particularly effective if done at 3 am, and if your doctor doesn't have admitting privileges at the hospital where you are. Bonus points if you have a doctor who'll call the nurses' station and bluster.

Speaking of bluster, if you have a family member who's a doctor, use that person the way God intended: To attempt to bully the staff of the hospital into changing treatment protocols.

(Special note for those with medical family members: Be sure that if your son-in-law is a staff physician at the hospital, he is the primary physician on your case. It's been too long since the last ethics course refresher; the staff could use the training.)

Remember that medical people, nurses in particular and neuroscience nurses in especial particular, are too dumb to know if you're faking a seizure. A well-timed fake seizure will get you two extra days of Ativan and Dilaudid.

Instruct each and every one of your family members to call the nurses' station every sixteen minutes throughout the day for updates on your condition. Phone trees are for the hoi polloi. Extra points if you can arrange to have several family members call at once during shift change.

If all else fails, barrage the director of nursing, chief medical officer, and police with phone calls. People in management will have a better idea of your treatment needs and activity restrictions, your diet orders and medication regimen, your physical therapy schedule and dressing changes, than your nurse or doctor.

*I wish I were capable of making this shit up.

"Diabetes Mellitus"

"Diabetes Mellitus"
1. Definition

Diabetes is heteregeneous grup of disease involving the disruption of the metabolism of carbohidrates, fats, and protein.

2. Insuline Secretion and Function

Insuline is hormone secreted by the beta cells of the islet of Langerhans in the pancreas. Insulin is essential for celular metabolism of protein and fats.Through an internal feedback mechanism that involves the pancreas and the liver, circulating blood glucose level are maintained at normal range of 60 to 110 mg/dL.

3. Classification of Diabetes

a. Type 1 Diabetes Mellitus (Insulin Dependent Diabetes Mellitus-IDDM)
···Insulin needed to [revent ketosis, 5-10 % of all diabetic patient have type 1,

b. Type 2 : NIIDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Formerly called "maturity -onset or adult onset diabetes.", maybe controlled with diet and oral hypoglycemics or insulin.

c. Type 3 : GDM (Gestational Diabetes Mellitus)
Glucose intolerance during pregnancy in women who were not known diabetics prior to pregnancy, will be reclassified after birth, may need to be
treated or may return to prepregnancy state and need no treatment.

d. Type 4 : Diabetes secondary to another condition, such as : pancreatic disease, other hormonal imbalanceor drug therapy such as involving glucocorticoids.

4. Pathophysiology
a. IDDM : absolute deficiency of insulin due to destruction of pancreatic beta cells by the interaction of genetic, immunologic, hereditary, or
enveronmental factors.
b. NIIDM : relative deficiency of insulin due to :
- An islet cells defect resulting in a slowed or delayed response in the release of insulin to a glucose load.
- or Reduction in the number of insulin receptors from continously elevated insulin level
- or A postreceptor defect
- or A major peripheral resistance to insulin induced by hypergliglycemia.

5. Risk Factor
a. Obisity
b. Family history of diabetes
c. Elderly
d. Women whose babies at birth weighed more than 9 lb.
e. History of autoimune disease.

6. Insulin Therapy
Insulin therapy involves the subcutaneous injection of short, intermediate or long actingat various times to achieve the desired effect. Short acting regular insulin can be given IV, There are about 20 insulins avalaible in the United States, mostly human insulin manufactured synthetically. Only about 6 % of diabetics are still using beef or pork insulin due to problem with immunogenicity.

# References :
1. The Lippincot manual of nursing practice-----7th Edition, edited by Sandra M. Nettina.
2. Little, Brown's NCLEX-RN, Examination Review,edited by Sally L.Lagerquist.

"Liver Abcess Disease"

"Liver Abcess Disease"

Basic Theory Liver Abcess

Two category : Amebic and pyogenic. Amebic liver abcess (commonly because Entamoeba histolytica), common cause on tropic or developing country.

Pathopysiology
Whenever an infection develops anywhere along the biliary of GI tract, infecting organism may reach the liver through the biliary system, portal venous system, or hepatic arterial or lymphatic system. The bacterial toxins destroy the neighboring liver cells, and resulting necrotic tissue serves as a protective wall for the organism.

Meanwhile, leucocytes migrate into infected area. Make abcess cavity full of a liquid, dead leucocytes and liver cell and bacteria. Pyogenic abcess of this type may be single, multiple and small. Examples of causes of pyogenic liver abcess include cholangitis and abdominal trauma.

Clinical manifestation
Fever with chills and diaphoresis, malaise, anorexia, nausea, vomiting, and weight loss may occur. Complaint dull abdominal pain and tenderness in the right upper quadrant abdomen. Hepatomegaly, jaundice, anemia, pleural effusion may develop. Sepsis and shock may be severe and life threatening.

Assessment and diagnostic finding
Blood culture are obtained but may not identify the organism. Aspiration of liver abcess guided US or CT scan, may be performed to assist in diagnosis and to obtain cultures of the organism. Percutaneous drainage of pyogenic abcess is carried out to evacuate abcess material and promote healing, with a catheter may be left in place for continues drainage.

Medical Management
Antibiotic iv therapy, the specific antibiotic use in treatment depends on the organism identified. Open surgical drainage may be required if antibiotic therapy and percutaneous drainage are ineffective.

NURSING CARE PLAN

Nursing Diagnoses :
1. Abdominal pain; discomfort R/T inserted liver drainage, process of diseases
2. Increased body temperature : hyperthermia, fever R/T infectious, presented abcess
3. Altered nutrition : less than body requirements R/T nausea, vomit, inadequate intake
4. Risk impaired skin integrity R/T inserted liver drainage tube
5. Potential Infectious large; septic R/T Inaddequate therapy, weakness
6. Anxiety R/T knowledge deficit about diseases and management therapy

Nursing objective :
1. Reduce pain : able torest, no complaint of pain and discomfort
2. Reduce fever : T normal
3 Provide adequate nutrition : adequate body weight, no vomit, Albumin normal
4. No inflammation on drainage area, sign of redness, adequate fixations
5. Healing of infectious, no signs septic, reduce : abcess drainage
6. No anxiety, ptn able to understands medication, management therapy and follow up treatment

Nursing Intervention
1. Abdominal pain; discomfort R/T inserted liver drainage, process of diseases
A. Asses and checked signs and complaint of pain
B. Suggested deeph breathing exercise and distraction technique
C. Apply compress on pain area
D. Suggest patients to take little food but frequent
E. Administered soft diet, low residu, and hepatic diet
C. Administered pain killer, analgesic as order
F. Administered antacid, zantac as order

2. Increased body temperature : hyperthermia, fever R/T infectious, presented abcess
A. Observed vital signs, monitor Temperature
B. Apply cold compress on axilla if fever
C. Administered antipiretic : panadol as order
D. Suggested increase oral intake
E. Administered IVF as order
F. Apply thick cloth or thick blanket
G. Sent all c/s screening as order

Altered nutrition : less than body requirements R/T nausea, vomit, inadequate intake, loss appetite
A. Asses frequent, appetite, type of diet or eating patient
B Assist ptn and encourage him to take food
C. Suggested ptn take diet frequently, little amount
D. Observed signs of vomit, nausea
F. Administered IVF as order
G. Measure body weight
H. Monitor lab : albumin, cholesterol
I. Administered anti emetic as order

4. Risk impaired skin integrity R/T inserted liver drainage tube
A. Observed patent of liver drainage
B. Observed signs redness, warm, or drainage condition on area of liver drainage
C. Do dressing with sterile technique daily with betadine and NS
D. Suggested ptn carefully during handling the liver tube, dont put bag more higher than abdomen area, do clamp as necessary
E. Daily changed clothe and linen
F. Suggested ptn not to removed or touch drain area

5. Potential Infectious large; septic R/T Inaddequate therapy, weakness
A. Observed and monitor output and condition of liver abcess drainage
B. Sent all diagnostic blood : CBC, ESR, blood c/s, liver abcess c/s, gram strain, differential etc
C. Administered antibiotic as order
D. Suggested ptn to follow up therapy
E. Informed diagnostic procedure ; U/S, blood report and drainage condition
F. Encourage high calorie high protein diet

6. Anxiety R/T knowledge deficit about diseases and management therapy
A. Assess patient knowledge about cause, prognosis, medication and treatment of diseases
B. Checked and assess signs of anxiety, un able to sleep
C. Explain about patient condition, cause, prognosis, management and supportive therapy
D. Suggested ptn to avoid alcohol drugs induced hepatotoksid
E. Explain that drainage will be d/c after less puss or drain and only temporary
F. To take all antibiotic as order
G. To prevent eat, drink from good source

"THE TOP 10 QUALITIES OF A GOOD NURSE MANAGER"

"THE TOP 10 QUALITIES OF A GOOD NURSE MANAGER"
By Sandra A. Thompson, RN., BSN., (Case Manager at John C. Lincoln Hospital-North Mountain, in Phoenix, AZ).
References : AMERICAN JOURNAL NURSING, AGUST 2004, VOL. 104, NO. 8.

1.The number-one quality a good nurse manage must have : respect staff as professionals

Nothing is worse than being treated like a child in the work-place. A manager who disrespects her staff, especially in front of others, loses staff respect in return. Nurse managers should refrain from micromanagement; nurses are professionals who can think for themselves. Restraining or limiting nurses because of a lack of trust is deadly to the relationship between staff and manager. Nursing autonomy is promoted at the professional level; it must be promoted at the managerial level as well.

2.Set standards and a clear professional example.

Nurses are expected to behave professionally, and the same holds true for managers. A nurse manager needs to be professional in her appearance, language, and behavior, just as a staff nurse must be. Coming to work disheveled or inappropriately dressed, using improper language, or failing to follow standards for attendance or behavior are a few examples of the do-what-I-say-and-not-what-I-do double standard. What goes for the nurse must go for the manager.

3.Be organized, yet creative and flexible.

Many workers have unusual organizational methods, but employees are effected when a nurse manager can’t find an evaluation or forgets a deadline. The manager needs to be organized in a way that her staff can follow. She also needs to establish clear rules that she must be willing to adjust when necessary. For example, if a nurse’s child has a school event that conflicts with the posted schedule, the manager must understand its importance and try to resolve the dilemma. Of course, the manager must also recognize when staff members abuse such flexibility and set limits accordingly.

4.Be an effective decision maker, as well as a conflict and crisis manager.

The nursing staff expects the manager to make intelligent decisions when conflicts and problems arise. For example, managers should expect employees to attempt to resolve conflicts among them-selves. But manager needs to realize that she might be asked to assist. No one likes confrontations, but nurse managers who shrink from problems will only create more discord among the staff. When a serious problem arises on the unit, the nurse manager is looked to for leadership and support. If the manager responds by disappearing, crying, or exploding, the staff has diminished resources for handling problems. Timeliness is another factor. If the nurse manager judges too quickly or delays decisions, the entire unit suffers. Nursing staff and administrators agree that the ability to make good decisions is essential for a successful nurse manager.

5.Motivate and empower staff

Change is a necessary part of business, even the business of health care. The nurse manager needs to find ways to motivate and involve staff. If a nurse manager displays a hopeless, cynical, or dispassionate attitude, so will the staff nurses. The effective nurse manager is involved with the nursing staff on all levels, welcomes their input, and works with them to ensure excellence, create autonomy, and increase job satisfaction and opportunities for advancement.

6.Have a good sense of humor

Nursing is one of the toughest and most stressful jobs around. Tension can become so overwhelming that laughing is the only alternative to crying. An affective manager understands this; we are all human, and sometimes appropriate humor can be the healthiest and most compassionate way to help staff and patients cope.

7.Be honest, fair, consistent, and reasonable

Lying is one of the quickest ways to break someone’s trust, as is showing favoritism toward particular members of the staff. Deceit of any kind is devastating to the relationship between manager and staff. A good nurse manager knows that consistency matters-working for an unpredictable manager escalates tension and inhibits work. Being unreasonable in expectations and day-to-day dealings can also be harmful. A manager who wants to have an effective and cohesive team needs to be up front, realistic, and fair when it comes to interactions and expectations. Honest, sincere communication is always the best practice.

8.Be reliable resource and staff advocate

A nurse manager needs to have a solid clinical background, preferably in the specialty of the staff. Administrators often feel this is not necessary as long as the manager possesses strong managerial skills. From a staff nurse’s perspective, however, respect is lost if the manager is out of touch with what the specialized nursing staff does. The manager also needs to support nursing staff. A manager who does not back up staff loses their respect. A manager who supports staff and is an advocate for them gains loyalty.


9.Be available and accessible to staff

Admittedly, meetings and other managerial responsibilities are important, but the nursing staff needs to know that the manager is available when needed. Acknowledging and incorporating staff suggestions, whenever possible, is also important to nurses.

10.Be a great communicator

Effective communication is one of the most important tools for a leader or manager. Information should be conveyed in a clear manner. Staff should be informed of expectations and upcoming changes (not reprimanded after they’ve unknowingly done it wrong), be given timely and accurate information and updates, be listened to, and receive positive feedback, one of the most frequent complaints from nurses is that their managers only talk to them when they are in trouble. The nursing professions has a reputation for “eating its young,” and breaking this cycle can begin with positive interactions from the nurse manager.

While it’s the responsibility of the nurse manager to develop these qualities, staff nurses have a role in fulfillment of the top-10 list as well. What can staff nurses do to support these qualities in their nurse managers?
First, seek educational and practice opportunities to develop these attributes personally.
Second , communicate honestly with the nurse manager about your professional needs. Let the manager know what it is you need to be successful in providing good nursing care.
Third, patiently allow for mistakes and misjudgments, just as you would like manager to do for you. Above all, show respect, support, and appreciation especially when the manager has exhibited or practiced one of the qualities of a great nurse manager.
It’s logical that a good nurse manager will attract and retain nurses, and a bad one will drive them away. In light of the current nursing shortage, this issue becomes particularly important. What separates the good from the bad? Nurse managers who want to keep nurses will make it a priority to find out. Staff nurses who want good nurse managers will make it a priority to help them become so.

STRESS , PENELITIAN IBADAH DAN PENYAKIT JIWA

STRESS , PENELITIAN IBADAH DAN PENYAKIT JIWA

oleh : gunawan

penelitian ibadah dan Penanggulangan stress

Ada beberapa penelitian terhadap gangguan Psikosomatik , antara lain di RSCM, mengenai hubungan antara gejala ansietas , depresi dengan angka kesakitan pada kelainan dyspepsia, dengan hasil sebagai berikut: angka kejadian ansietas, dan depresi pada pasien dyspepsia non ulkus (dyspepsia non tukak lambung) dari penelitian Harsal A tahun 1991 di RSCM ditemukan angka 80 % ansietas 57,7 % depresi dan 51,9 % ansietas-depresi pada 52 pasien yang dyspepsia non ulkus . Penelitian menunjukan bahwa terjadinya ansietasm dan depresi pada pasien dispesia non ulkus di RSCM adalah hal yang berhubungan erat dengan masalah anak (30%), hubungan antar manusia (27%), persoalan suami/istri dalam perkawinan (23%) dan masalah dalam pekerjaan (21%). (Mujaddid, 2001:706)

Sedangkan penelitian yang lain adalah melihat korelasi antara Sholat tahajud dan pengaruhnya dalam meningkatkan imunitas tubuh atau kekebalan tubuh , penelitian diarahkan secara empiris yaitu dengan pemeriksaan Kortisol sebelum sholat tahajud dilaksanakan dan setelah sholat tahajud dilaksanakan setelah 2 bulan, bagaimana pengaruhnya terhadap penurunan hormone stress yaitu kortisol, penelitian ini dilaksanakan oleh Moh Sholeh untuk mendapatkan gelar doctor (2006 :189). Menurutnya salat tahajud dapat digunakan sebagai alternatif untuk memperbaiki respons emosional positif dan mengefektifkan coping, dapat memperbaiki daya tahan tubuh imunologik dan menghilangkan nyeri penyakit kanker, dan hormon kortisol dipakai sebagai indikator keiklasan.

Dr. Muhammad Munib dan kawan-kawan dari Turki juga melakukan sebuah penelitian terhadap seratus responden muslim, Sampel darah mereka diambil sebelum dan diakhir bulan ramadhan, untuk dilakukan analisis dan pengukuran terhadap kandungan protein , total lemak (total lipid), lemak fosfat, asam lemak bebas, kolesterol, albumin, globulin, gula darah, tryglycerol, dan unsur-unsur pembentuk darah lainnya, dan didapat, antara lain bahwa terjadi penurunan umum pada kadar gula (glukosa) dan tryacyglicerol orang yang berpuasa, terjadinya penurunan parsial dan ringan pada berat badan, tidak terlihat adanya aseton dalam urin, baik dalam awal maupun akhir puasa, sebab sebelum puasa ramadhan , kenyataan ini menegaskan tidak adanya pembentukan zat-zat keton yang berbahaya bagi tubuh selama bulan puasa islam, Dengan keutamaan puasa, glikogen dalam tubuh mengalami peremajaan, memompa gerakan lemak yang tersimpan, sehingga menghasilkan energi yang lebih meningkat (Ash-Shawi .2006:85-86)

Penelitian tentang doa dan zikir telah banyak dilakukan antara lain menurut Hawari:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Comstock , GW dan kawan-kawan (1972) seperti yang termuat dalam Journa of Chronic Diseases, menyatakan bahwa bagi mereka yang melakukan kegiatan keagamaan secara teratur disertai doa dan zikir , ternyata risiko kematiannya akibat jantung koroner lebih rendah 50 %, sementara kematian akibat emphisema (paru-paru ) lebih rendah 56 % , kematian akibat penyakit hati (cirrhosis hepatis) lebih rendah 74 % dan kematian akibat bunuh diri lebih rendah 53 %.

2. Penelitian yang dilakukan ilmuwan Larson dan kawan-kawan (1989) terhadap pasien dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi dibandingkan dengan kelompok (bukan pasien hipertensi), diperoleh kenyataan bahwa komitmen agama kelompok kotrol lebih baik dan dikemukakan bahwa kegiatan agama seperti doa, zikir mencegah seseorang dari hipertensi.

3. Penelitian Levin dan Vanderpool (1989) demikian pula terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah , bahwa kegiatan agama akan memperkecil risiko menderita penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)

Dari beberapa hasil penelitian yang ada belum ada yang memberi perhatian khusus menyelidiki secara simultan terhadap pengaruh motivasi beribadah yang terdiri dari sholat, zikir shodaqoh , haji, puasa secara bersama-sama yang kemudian dicari hubungannya terhadap pengaruh psikis seseorang. Karena penelitian yang ada sifatnya lebih secara empiris , melihat angka kejadian ancietas terhadap terjadinya penyakit kelainan pada saluran percernaan yaitu dyspepsia, atau penelitian empirik puasa dengan kadar kandungan protein , lemak , glukosa darah. Yang sebagian besar mengarah kepada keadaan fisik seseorang.

Karenanya penulis berkeinginan melaksanakan penelitian lebih mendalam untuk mencari hubungan antara motivasi beribadah dan penanggulangan stress terhadap pencegahan terhadap gangguan psikosomatik.

a. motivasi beribadah mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Attention, perhatian terhadap ibadah, bagaimana frekwensinya, persistensinya, apa

kandungan maknaannya, bagaimana adakah perhatiaannya terhadap ibadah .

2. Relevansinya, motivasi ibadahnya dengan kebutuhannya, apakah ibadah dapat

memenuhi kebutuhan rohani, jasmani, spiritual, bagaimana manfaatnya secara

pribadi atau terhadap orang lain.

3. Confidence. Kepercayaan bahwa ibadah yang dilakukannya dapat meningkatkan

percaya diri, bahwa ia mampu menjalani kehidupan ini, mengatasi masalah dan

tekanan.

4. Satisfaction (kepuasan), Motivasi ibadah dapat memberikan kepuasan, kepada

seseorang karena ia dapat memjadi sehat, jasmani, rohani dan akal

Ibadah dan stress

Manusia adalah mahluk somato-psiko-sosial-spiritual, yang terdiri dari fisik, jiwa , spiritual, dan mahluk yang harus berinteraksi secara sosial dengan orang lain yang keempatnya saling berinteraksi karena unsur-unsur tersebut saling berkait, dan saling mempengaruhi sejak saat pembuahan sampai akhir hayatnya. Semua permasalahan yang timbul harus dicari keterkaitannya dengan melihat keempat unsur tersebut, agar pemecahannya masalah manusia lebih optimal

Bila permasalahan yang timbul hanya dilihat satu aspek saja , sedang ke-3 yang lain tidak diperhatikan , maka pemecahan masalah tidak akan berjalan secara sempurna . pendekatan seperti ini disebut pendekatan holistik.yang mempertimbangkan dan memperhatikan manusia dalam 4 unsur secara keseluruhan

Penyembuhan seseorang akibat gangguan psikosomatik ini tidak hanya berupa obat-obatan yang disesuaikan dengan gejala yang timbul tapi juga dengan menganjurkan pola hidup yang baik, olah raga, menyalurkan hobi, dan yang juga sangat penting adalah meningkatkan ibadah. Dengan peningkatan motivasi beribadah dan sikap beribadah, maka pasien akan memperkuat mental dan psikisnya , dan mendapat ketenangan. Dengan mengingat Allah maka harinya akan menjadi tenang dan tentram seperti Dalam Al-Quran surat Al-Rad (13:28) Allah berfirman. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Menurut Hawari Ada beberapa pengelolaan terhadap stress, yaitu

1. Olah raga.

2. Rekreasi

3. Kasih sayang

4. Sosial ekonomi

5. Menghindari Rokok

6. Pergaulan/Silaturahmi

7. Tidur yang cukup

8. Makanan yang seimbang dan teratur

9. Pengelolaan waktu yang baik

10. Agama

Motivasi adalah kecenderungan yang timbul pada seseorang untuk melakukan sesuatu aksi atau tindakan dengan tujuan tertentu yang dikehendakinya. Dengan motivasi, kita akan mengukur prilaku orang tersebut , bagaimana ia memberi perhatian, mengetahui relevansi antara motivasi dan kebutuhannya, kepercayaan dirinya dan hasil yang dirasakannya setelah ia melaksanakan motivasi, yang kemudian oleh peneliti di nilai sikap dan prilakunya .

Ibadah adalah amalan yang diniatkan untuk berbakti kepada Allah SWT, dengan menjauhi laranganNya dan melaksanakan perintahNya, yang pelaksanaanya diatur, secara syariah.

Jadi perilaku Ibadah adalah sikap seseorang untuk berbakti kepada Allah untuk mencapai tujuan hidupnya, yaitu mendapat ridho Allah..

Bagaimana kita menanggulangi stress agar terhindar dari psikosomatik , adalah dengan beribadah yang iklash. Allah berfirman dalam Al-Quran ” Katakanlah ,’Sesungguhnya Shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam ” (al-An’amm:162)

QS Az-zumar 39:2. Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.

Gangguan psikosomatik adalah gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang menyerupai penyakit fisis dan diyakini adanya hubungan yang erat antara suatu peristiwa psikososial tertentu dengan timbulnya gejala-gejala tersebut (IPD Mudjaddid, Shatri,, 684).

Gangguan psikosomatik tidak terlepas dari berbagai stresor psikososial dimana setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga ia harus menyesuaikan diri menanggulangi segala perubahan yang timbul, dan jenis-jenis stresor yang timbul misalnya: (1) stresor sosial seperti masalah pekerjaan, masalah ekonomi, masalah pendidikan, masalah keluarga, hubungan interpersonal, perkembangan, penyakit fisik, masalah kekerasan rumah tangga (2) stresor psikis seperti perasaan rendah diri, frustasi., malu, merasa berdosa. (3) stresor fisis (panas, dingin, bising, bau yang menyengat, banjir) dan lain-lain.

Stress menurut Hans Selye seorang ahli fisiologi dari Universitas Montreal merumuskan bahwa stress adalah tanggapan tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap tuntutan atasnya.

Menurut Dadang Hawari, istilah stress dan depresi sering kali tidak dapat dipisahkan, setiap permasalahan kehidupan yang menimpa seseorang (disebut stresor psikososial) dapat menyebabkan gangguan fungsi/faal organ tubuh. Reaksi tubuh (fisik) ini disebut stress, dan manakala fungsi organ-organ tubuh tersebut sampai terganggu dinamakan distress. karena stress tidak dapat dihindari yang penting bagaimana manusia itu dapat menyikapi hidupnya tampa harus mengalami distress.

(Hawari, 1998:44)

Kegelisahan adalah pangkal dari stress, menurut Hans Selye Stress may also be defined as "the sum of physical and mental responses to an unacceptable disparity between real or imagined personal experience and personal expectations.(Stress juga dapat diartikan sebagai sejumlah respon fisik dan mental yang tidak diharapkan karena ketidak seimbangan antara yang terjadi atau yang di angankan dengan yang diharapkan" Gejala fisik yang terjadi dapat akut atau kronik (Wikipedia, the free encyclopedia)

Dalam mengahadapi stress, respon tubuh terhadap perubahan tersebut dapat dibagi menjadi 3 fase (1)Alarm reaction (reaksi peringatan), pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor (perubahan) dengan baik, (2)The Stage of resisten (reaksi pertahanan), reaksi terhadap stresor sudah melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul gejala psikis dan somatic, (3)Stage of Exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-psikosomatik tampak jelas.

Dasar-dasar psikopatofisiologi , gangguan psikis/konflik emosi yang menimbulkan gangguan psikosomatik ternyata juga diikuti dengan perubahan fisiologis dan biokemis pada tubuh seseorang, dan perubahan fisiologi ini berkaitan erat dengan adanya gangguan sistem syaraf outonom vegetatif, sistem endokrin dan sistem imun

(E. Mudjaddid, Hamzah, IPD ,686)

Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan spikis antara lain :

  1. Dispepsia Fungsional
  2. Hipertensi esensial.

3. Asma bronkiale

  1. Depresi , merupakan gangguan afektif yang ditandai dengan adanya mood depresi (sedih). Hilang minat dan mudah lelah. Pada umumnya pasien datang ke klinik penyakit dalam dengan keluhan somatik.
  2. Ansietas merupakan kecemasan yang berlebihan dan lebih bersifat subyektif. Pada umumnya pasien datang ke poliklinik dengan keluhan somatik, dengan gejala cemas berlebihan, subyektif , tidak realistis.
  3. Nyeri Psikogenik adalah keluhan nyeri yang penyebabnya bukan penyebab penyakit organik ditemukan gejala nyeri tampa kelainan organ yang jelas misalnya nyeri kepala, migren, mialgia, atralgia.

Motivasi dan sikap beribadah yang iklash dapat dijadikan alternatif sebagai psikoterapi suportif yang dapat mestabilkan hormon stress yang biasanya terpicu dalam jumlah banyak ketika stresor yang datang bertubi-tubi dan menyebabkan gejala-gejala psikosomatik. Sebelum gejala tersebut berkepanjangan, pasien di motivasi untuk mempertinggi ibadahnya sehingga selain diberikan pengobatan somatoterapi, maupun manipulasi lingkungan juga kita memberi beberapa tuntunan Ibadah seperti menjalankan solat 5 waktu tepat waktu, solat tahajud pada sepertiga malam terakhir, puasa sunah , zikir dan sodaqah. Nasehat secara verbal dapat memberi support kepada pasien agar dapat menjalankan hidup ini lebih rileks dan

Dengan memberikan motivasi yang dapat menimbul motivasi intrinsik dari diri sendiri iklash menjalankan ibadah seperti yang diperintahkan dalam rukun Islam seperti Shallat, puasa, zikir, zakat dan shodaqah, haji dengan iklash diharapkan hati ini dapat menjadi lebih tenang, ketenangan akan menanggulangi stress dan pencegahan terhadap psikosomatik.

Beribadah adalah pengakuan kita terhadap Allah , dimana kita bergantung hanya pada satu yaitu Allah yang menciptakan manusia , dunia, dan alam semesta. Dengan pengakuan ini, timbulkan rasa aman dalam jiwa manusia bahwa ada pendukung hidupnya yang amat dekat, yang tidak akan pernah membuatnya sedih. QS, At-Taubah :40 ....La tahzan Innalaha Ma’ana, ”janganlah kamu bersedih sesugguhnya Allah berserta kita”

Dalam beribadah kita memerlukan motivasi motivasi menggerakkan sikap, tampa ada motivasi yang didasari keiklasan, apalagi semata-mata hanya menjalankan kewajiban, maka ibadah tersebut menjadi kering tampa makna. Bila kita membaca Quran tampa mengerti artinya , nasehat Allah kepada kita tidak akan masuk dalam dalam hati maupun jiwa kita.Bila tidak tertanam dalam jiwa, bagaimana mengamalkannya? Dalam Surah Fushilat :44 Allah berfirman”Qul huwa lil ladziina aamanuu hudaw wa syifaa ” yang artinya ” katakanlah :”Al-quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman”(QS, 41;44)

Dengan memberikan motivasi yang dapat menimbul motivasi intrinsik dari diri sendiri iklash menjalankan ibadah seperti yang diperintahkan dalam rukun Islam seperti Shallat, puasa, zikir, zakat dan shodaqah, haji dengan iklash diharapkan hati ini dapat menjadi lebih tenang, ketenangan akan menanggulangi stress dan pencegahan terhadap psikosomatik.

stress , dan penyakit Jiwa

Hidup ini penuh dengan segala cobaan jadi tidak mungkin hanya tidur, makan tampa bekerja, tidur kebanyakan juga bisa stress, kebanyakan kerja juga bisa stress, jatuh cinta enggak kesampaian juga bisa stress. hari ini jumat taggal 9 november , saya dan staf saya berkunjung ke rumah pasien-pasien yang menderita gangguan kejiwaan, beberapa dari mereka menunjukan hal yang menggembirakan, karena ada yang menderita skizofrenia , sekarang sudah bisa sembuh walaupun dalam pengawasan obat dan rawat jalan, alhamdulillah 2 dari penderita skizofrenia ada yang sudah menikah tahun ini dan sedang hamil. keberhasilan pengobatan adalah disebabkan berbagai faktor , yaitu pengobatan yang intensif, dukungan dari keluarga dan masyarakat. semakin dini pengobatan, makin prognosis nya makin baik.

PENGGUNAAN ISDN PADA PENYAKIT JANTUNG REMATIK

Gunawan S.Kep


A.
Pendahuluan

Penyakit jantung iskemik adalah keadaan berbagai etiologi, yang menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Penyebab paling umum iskemia miokard adalah aterosklerosis. Keberadaan aterosklerosis menyebabkan penyempitan pada lumen pembuluh arteri koronaria epikardial sehingga suplai oksigen miokard berkurang. Iskemia miokard juga dapat terjadi karena kebutuhan oksigen miokard meningkat secara tidak normal seperti pada hipertrofi ventrikel atau stenosis aorta. Jika kejadian iskemik bersifat sementara maka berhubungan dengan angina pektoris, jika berkepanjangan maka dapat menyebabkan nekrosis miokard dan pembentukan parut dengan atau tanpa gambaran klinis infark miokard (Isselbacher, 2000).

Obat yang umum digunakan yaitu antiangina (senyawa nitrat, penghambat beta, penghambat kanal kalsium) dan asetosal (Isselbacher, 2000). Senyawa nitrat bekerja melalui dua mekanisme. Secara in vivo senyawa nitrat merupakan pro drug yaitu menjadi aktif setelah dimetabolisme dan menghasilkan nitrogen monoksida (NO). Biotransformasi senyawa nitrat yang berlangsung intraseluler ini dipengaruhi oleh adanya reduktase ekstrasel dan reduced tiol (glutation) intrasel. Nitrogen monoksida akan membentuk kompleks nitrosoheme dengan guanilat siklase dan menstimulasi enzim ini sehingga kadar cGMP meningkat. Selanjutnya cGMP akan menyebabkan defosforilasi miosin, sehingga terjadi relaksasi otot polos. Mekanisme kerja yang kedua yaitu akibat pemberian senyawa nitrat, endotelium akan melepaskan prostasiklin (PGI2) yang bersifat vasodilator. Berdasarkan kedua mekanisme ini, senyawa nitrat dapat menimbulkan vasodilatasi, dan pada akhirnya menyebabkan penurunan kebutuhan dan peningkatan suplai oksigen (Gunawan, 2007).

B. Sasaran Terapi

Vasodilatasi pembuluh arteri koronaria epikardial.

C. Tujuan Terapi

Mengatasi nyeri angina dengan menyeimbangkan suplai dan kebutuhan oksigen miokard.

D. Strategi Terapi

Pada serangan akut angina diberikan kombinasi dua macam antiangina (dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping) dan asetosal. Jika serangan angina tidak membaik pada pemberian kombinasi dua macam antiangina, maka dapat diberikan kombinasi tiga macam antiangina. Antiangina digunakan karena dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dan meningkatkan suplai oksigen miokard sehingga keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen tercapai. Asetosal digunakan karena dapat mencegah atau mengurangi agregasi trombosit, dengan demikian aliran darah tidak semakin terhambat (Isselbacher, 2000).

E. Obat Pilihan

Pada artikel ini, isosorbid dinitrat digunakan sebagai obat pilihan.

1. Nama generik : Isosorbid Dinitrat, tablet sublingual 5 mg, 10 mg

2. Nama dagang

  • Cedocard, tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg
  • Cedocard Retard, tablet lmb 20 mg
  • Farsorbid, tablet sub 5 mg, 10 mg
  • Isoket, tablet 5 mg, 10 mg
  • Isoket Retard, tablet lmb 20 mg, 40 mg; cairan injeksi 1 mg/ml; aerosol 25 mg/ml; krim 100 mg/g
  • Isomack Retard, kapsul 20 mg
  • Isomack Spray, buccal spray 13,9 mg/ml
  • Td Spray Iso Mack, spray transdermal 96,7 mg/ml
  • Vascardin, tablet 5 mg, 10 mg

3. Indikasi : Profilaksis dan pengobatan angina; gagal jantung kiri

4. Kontra-indikasi

Hipersensitivitas terhadap nitrat, hipotensi dan hipovolemia, kardiopati obstruktif hipertrofik, stenosis aorta, tamponade jantung, perikarditis konstriktif, stenosis mitral, anemia berat, trauma kepala, perdarahan otak, glaukoma sudut sempit.

5. Bentuk sediaan

Tablet, tablet sublingual, tablet lepas lambat, kapsul, cairan injeksi, aerosol, krim, buccal spray, dan spray transdermal.

6. Dosis dan Aturan pakai

  • Sublingual : 5-10 mg
  • Oral : sehari dalam dosis terbagi, angina 30-120 mg
  • Infus Intravena : 2-10 mg/jam; dosis lebih tinggi sampai 20 mg/jam mungkin diperlukan

7. Efek samping

Sakit kepala berdenyut, muka merah, pusing, hipotensi postural, takikardi (dapat terjadi bradikardi paradoksikal). Efek samping yang khas setelah injeksi meliputi hipotensi berat, mual dan muntah, diaforesis, kuatir, gelisah, kedutan otot, palpitasi, nyeri perut, sinkop, pemberian jangka panjang disertai dengan methemoglobinemia.

8. Peringatan

  • Gangguan hepar atau ginjal berat; hipotiroidisme, malnutrisi, atau hipotermia; infark miokard yang masih baru; sistem transdermal yang mengandung logam harus diambil sebelum kardioversi atau diatermi.
  • Senyawa nitrat kerja panjang atau transdermal dapat mengakibatkan toleransi (efek terapi berkurang). Jika toleransi diperkirakan setelah penggunaan sediaan transdermal, sediaan tersebut harus dilepas selama beberapa jam berurutan dalam setiap kurun waktu 24 jam.

(Anonim, 2000)

Daftar Pustaka

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Depkes RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Gunawan, S.G. (Ed.), dkk., 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, Jakarta.

Isselbacher, K.J. (Ed.), et al., 2000, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Volume 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.